Kamis, 29 Desember 2011

Mengenal Karya Sastra Angkatan '45

Perjuangan bangsa yang mencapai titik puncak pada Proklamasi 17 Agustus 1945 beserta gejolak politik yang mengawali maupun mengikutinya, memberi pengaruh sangat besar pada corak sastra. Kuatnya corak karya sastra angkatan '45 tersebut begitu fenomenal sehingga membedakannya dari sastra angkatan sebelumnya, dan dijuluki sastra kemerdekaan. Karya sastra angkatan '45 seolah memberi nafas dan semangat baru dalam dunia Sastra Indonesia.

Latar belakang perubahan politik yang sangat mendadak pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran Karya Sastra Angkatan '45. Berawal dari reaksi terhadap sastra yang menghamba pada pemerintahan Jepang di Indonesia, dan beberapa sastrawan di Indonesia bergabung dalam lembaga "Keimin Bunka Shidosho", pusat kebudayaan yang dijuluki "kacung Jepang".

Kehadiran angkatan '45 serta karya sastra angkatan'45 meletakan pondasi kokoh bagi karya sastra Indonesia, karena angkatan sebelumnya dinilai tidak memiliki jati diri ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada "Volkslectuur", lembaga kesusastraan kolonial Belanda, dan Angkatan Pujangga Baru dinilai mengkhianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat, maka Angkatan '45 dan karya sastra Angkatan '45 adalah reaksi penolakan terhadap angkatan-angkatan tersebut.

Sebagai salah satu hasil dari pergolakkan, karya sastra Angkatan '45 menjadi sebuah karya sastra yang lahir dengan identitas baru yang penuh kontroversial. Kehadirannya sebagai pendobrak nilai-nilai serta aturan-aturan sastra terdahulu mau tidak mau memosisikannya sebagai pusat perhatian para sastrawan.

Genre sastra atau gaya bersastra yang telah dipertahankan sekian lama, pada akhirnya harus "didobrak" dan diganti dengan gaya penciptaan sebuah karya sastta yang baru. Sebuah karya sastra Angkatan '45 yang kemudian seolah menjadi gaya sastra generasi terbaru.

Para sastrawan yang bergerak atau tokoh penggerak karya sastra Angkatan '45 adalah mereka yang menaruh perhatian besar pada karya sastra Indonesia. Mereka seolah ingin lepas dari pengaruh asing yang saat itu masih sangat kuat mempengaruhi.

Karya SastraAgkatan '45 dan Surat Kepercayaan Gelanggang

Karya sastra Angkatan '45 begitu fenomenal dengan konsep seni yang menabrak pakem sebelumnya. Konsep tersebut tertuang dalam "Surat Kepercayaan Gelanggang" yang legendaris itu, berikut kutipannya :

"Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan duni dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri.

Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesia kami tidak semata-mata karna kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati kami.

Kami tidak akan memberikan suatu kata ikatan atau kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia kami tidak ingin kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkiblat dan untuk dibanggakan, tetapi mereka memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat."

Kalau diperhatikan, konsep seni dari karya sastra  Angkatan '45 mencita-citakan kemerdekaan.dan tidak ingin dipengaruhi oleh pihak lain. Sastrawan Angkatan '45 ingin berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Tak bisa dipungkiri, untuk kondisi politik masa itu, konsep semacam ini terbilang sangat berani.

Ciri Karya Sastra Angkatan '45

Karya Sastra Angkatan '45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda dengan Karya Sastra Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik. Lahir dalam lingkungan yang sangat keras dan memprihatinkan, karya sastra Angkatan '45 memiliki ciri sebagai berikut :
  1. Terbuka.
  2. Pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya.
  3. Bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis.
  4. Sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya.
  5. Dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya.
  6. Penghematan kata dalam karya.
  7. Lebih ekspresif dan spontan.
  8. Telihat sinisme dan sarkasme.
  9. Didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.
Karya Sastra Angkatan '45 dan Tokoh-tokoh Penggeraknya

Beberapa sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan '45, mereka adalah pencipta dari karya sastra Angkatan '45 yang begitu fenomenal di dunia sastra. Mereka adalah :

1. Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Chairil Anwar

        Tokoh pertama dibalik karya sastra Angkatan '45 adalah lelaki ini. Lahir di Medan, 26 Juli 1922, dan meninggal  di Jakarta, 28 April 1949. Chairil Anwar menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan Bahasa Jerman. Karya sastranya dipengaruhi oleh sastrawan dunia yang dia gandrungi seperti, Rainer M. Rilke, W.H Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J.Slaurhoff dan Edgar du Perron.

2. Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Asrul Sani

     
         Tokoh kedua dibalik karya sastra Angkatan '45 adalah Asrul Sani. Lahir di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, dan meninggal di Jakarta 11 Januari 2004. Kiprahnya sangat besar pada dunia film Indonesia. Banyak menerjemahkan karya sastra dunia seperti : Vercors, Antoine de St-Exupery, Richard Boleslavsky, Yasunari Kawabata, Willem Elschot, Maria Dermount, Jean Paul Sartre, William Shakespeare, Rabindranath Tagore, dan Nicolai Gogol.

3. Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Rivai Apin

          Lahir di Padang Panjang pada 30 Agustus 1927, dan wafat di Jakarta, April 1995. Pernah menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat, Zenith, dan Zaman Baru. Keterlibatannya dalam Lekra menyebabkan dia ditahan dan baru dibebaskan pada tahun 1979. Karya sastra Angkatan '45 miliknya pun menjadi pelengkap karya sastra Angkatan '45 lainnya.

4. Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Idrus

       
          Lahir di Padang, 21 September 1921, dan meninggal pada 18 Mei 1979. Sastrawan dunia yang ia sukai adalah : Anton Cekov, Jaroslov Hask, dan Guy de Maupassant. Pada masa Lekra, Idrus memutuskan pindah ke Malaysia karena tekanan lembaga tersebut. Namanya mungkin tidak seterkenal Chairil Anwar, namun karya sastra milinya tetap menjadi bagian dari karya sastra Angkatan '45.


5. Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Achdiat Karta Mihardja


           Lahir di Jawa Barat, 06 Maret 1911, dan meninggal di Canberra, Australia 08 Juli 2010. Selain sebagai seniman pencipta karya sastra Angkatan '45, beliau juga berkiprah sebagai guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dan dosen Fakutas Sastra UI.

6. Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Trisno Sumardjo

       
             Tokoh selanjutnyadibalik cerita kefenomenalannya karya sastra Angkatan '45 adalah Trisno Sumardjo. Lahir pada tahun 1916, dan meninggal pada 21 April 1969. Selain sebagai sastarawan, beliau dikenal juga sebagai pelukis.

7.  Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Utuy Tatang Sontani


            Lahir di Cianjur, 01 Mei 1920, dan meninggal di Moskwa, 17 September 1979. Ia adalah utusan dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashken, Uzbekistan, 1958. Tokoh pencipta karya sastra Angkatan '45 ini mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Moskwa.

8.  Tokoh di Baliknya Karya Sastra Angkatan '45 : Soeman Hs


             Soeman Hasibuan lahir di Bengkalis Riau, 04 April 1904, meninggal di Pekanbaru Riau, 08 Mei 1999 pada umur 95 tahun atau lebih di kenal dengan nama Soeman Hs adalah seorang Sastrawan dari Riau asal Tapanuli. Suman Hs menggemari sastra ketika ia masih belajardi Sekolah Melayu dan memperoleh inspirasi dengan banyak membaca buku di perpustakaan. Akhirnya Soeman Hs memberanikan diri untuk memulai menulis di beberapa majalah dan harian.

Karya Sastra Angkatan '45

Beberapa karya sastra Angkatan '45 yang dihasilkan oleh mereka sastrawan angkatan '45, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kerikil Tajam (Chairil Anwar, 1949).
  2. Deru Tjampur Debu (Chairil Anwar, 1949).
  3. Tiga Menguak Takdir (Asrul Sani, Rivai Apin dan Chairil Anwar, 1950).
  4. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (Idrus, 1948).
  5. Atheis (Achdiat Karta Mihardja, 1949).
  6. Suling (Utuy Tatang Sontani, 1948).
  7. Tambera (Utuy Tatang Sontani, 1949).
  8. Kasih Ta' Terlarau (Soeman Hs, 1961).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar